Senin, 19 April 2010

tarekat alawiyah

Thariqah Salaf Ba’alawi

Thariqah Salaf Ba’alawi bernisbah kepada Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Ra, beliaulah pendiri dan Imam Thariqah Al-‘Alawiyah. Dan asal khirqoh yang didapatkan oleh beliau berasal dari As-Syekh Al-Kabir Al-Qutb As-Syahir Abu Madyan Syuaib bin Abu Hasan At-Tilmisany Al-Maghriby Ra dengan dititipkan melalui dua orang, yaitu pertama As-Syekh Abdurrahman in Muhammad Maq’ad (murid As-Syekh Abu Madyan) yang kemudian menyerahkan kepada murid beliau yaitu As-Syekh Al-Kabir Abdullah As-Sholeh Al-Maghriby dan sampai kepada Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam ketika beliau sedang belajar bersama as-Syekh Al-Faqih Ali bin Ahmad Bamarwan di Tarim, dan sebelumnya Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam telah mengetahui mengenai Khirqoh yang akan diterima oleh beliau (dengan kasyafnya) dan beliau sempat hendak menemui As-Syekh Abdurrahman Al-Maq’ad yang kala itu masih berada di Mekkah, tapi di tengah perjalanan, beliau mendengar kabar wafatnya As-Syekh Abdurrahman sehingga beliau mengurungkan niatnya pergi ke mekkah dan kembali ke Tarim.

Selanjutnya mengenai Thariqah Al-‘Alawiyah Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith berkata dalam Kitab Ghayah Al-Qasd Wal Murod:

Aku telah mendengar Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berkata: “Sesungguhnya Thariqah As-Sadah Al-Alawiyah adalah “As-Shirat” yang dimaksudkan dalam firman Allah SWT yang artinya;



Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[152], Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.



Dan lebih jauh beliau berkata:

“Dan dalam satu kesempatan yang lain Al-Amam Al-Haddad membahas Thariqah Al-Alawiyah, beliau berkata; ‘Sesungguhnya Thariqah Al-Alawayah adalah Thariqah yang paling kuat dalil-dalilnya dan perjalanannya (Suluk) adalah sebaik-baiknya perjalanan, dan sungguh Ahli Thariqah ini memberikan contoh-contoh yang baik dan jalan yang dipenuhi kesejahteraan dan kemaslahatan bagi umat, para Masyaikh Al-Abu Alawi dan pemuka-pemuka mereka mempunyai martabat dan kelebihan Ukhrawi yang tidak dipunyai oleh orang lain, karena mereka senantiasa melazimkan Al-Khumul (menepiskan kemasyhuran) sehingga menjadikan nama baik mereka selalu diingat bersama keagungan dan keistimewaan Hal mereka.”’



Thariqah Sadah Ba’alawi adalah salah satu Mazhab Thariqah yang mempunyai kesempurnaan dalam sistem Tarbiyah Thariqahnya, dalam pro dan kontranya tokah-tokoh Islam menanggapi dogma-dogma Tasawwuf, Thariqah ini tidak pernah dikritik. Thariqah Sadah Ba’alawi memegang teguh As-Sunnah dan menentang keras tindakan dan tata cara yang bertolak belakang dengan Syari’ah dan Sunnah Rasul Allah SAW, dalam mereflesikan Ubudiyah. Thariqah ini lebih fleksibel, misalnya; dalam Thariqah ini tidak dibenarkan untuk melepaskan tanggung jawab dari Ikhtiar Duniawiyah karena hal tersebut merupakan Sunnah Rasul Allah SAW, mungkin karena fleksibel inilah dan banyaknya keistimewaan lain yang dimilikinya yang membuat perbedaan antara Thariqah Sadah Ba’alawi dan Thariqah lainnya, Kayfiyah Thariqah ini yang dengan cemerlang tapi sederhana dan Arif berusaha menerapkan keseimbangan yang paling sempurna antara As-Syari’ah dan At-Thariqah serta Al-Haqiqah sehingga menghasilkan mutiaraHakekat Amaliyah” yang secara Zhahiriyah maupun Bathiniyah akhirnya mempunyai nilai tambah yang sangat sempurna. Thariqah ini dalam perkembangannya lebih lanjut, terus bertambah cemerlang dalam pimpinan para Masyaikh Ahli Thariqah Wal-Haqiqah turun temurun dalam setiap era kepemimpinan beberapa Awliya’ Al-Akbar Bani Alawi. Radhi Allahu Anhum Ajma’in Wanafaana bihim Amin.
(Manaqib Sayyidina Al-Imam Al-Qutb Al-Ghaust Al-Fakhrul Wujud “AS-SYEKH ABU BAKAR BIN SALIM; As-Sayyid Muhammad Rafiq bin Lukman Al-Kaff Gathmyr)

GURU (SYEKH) YANG SEMPURNA
17-02-2009

Hal lain yang perlu kau camkan baik-baik adalah bahwa pada saat menuntut ilmu-ilmu agama, engkau senantiasa dibimbing dan diarahkan oleh seorang Syekh ahli makrifat yang handal, memiliki wawasan keilmuan cukup, berakhlak luhur, memiliki sejarah hidup yang mulia dan memiliki ketajaman pandangan mata batin (bashîirah). Selain itu, ilmu yang dimiliki Syekh pembimbing dan mursyid-mu itu sudah seharusnya berasal dari Syekh-Syekh lain yang sanad-nya saling sambung-menyambung membentuk sebuah mata rantai hingga berujung pada Rasulullah SAW.

Dan akan lebih sempurna lagi kalau ternyata engkau menemukan syekh yang kebetulan dia adalah...

seorang syarîf yang silsilahnya tersambung kepada Al-Husain bin ‘Ali bin Abî Thalib, dan bermazhab Ahlussunnah Wal-jamâ’ah. Dalam sebuah hadis yang cukup popular, Rasulullah SAW bersabda: “Seorangalîm yang berdarah keterunan Quraisy akan memenuhi bumi ini dengan pengetahuan.” Selanjutnya saudaraku, pelajarilah ilmu dari syekh mursyid-mu itu, sebab dengan demikian dia secara otomatis telah menjadi “ayah-mu”, dan engkau adalah putranya, sebagaimana yang dialami oleh Salman (Al-Farisi ra.) serta dialami pula oleh para ulama salaf dan khalaf kita. Jika syekh seperti itu kau temukan.


Sudah sepatutnya engkau serahkan totalitas jiwamu kepada Syekhmu itu, dan kau mengandalkannya dalam seluruh perkara yang kau anggap sulit. Adalah pantas kau patuh padanya, disamping menjadikannya sebagai media antara engkau dengan Allah SWT. Ambillah darinya ijâzah Libâs Al-Khirqah Ash-shûffiyyah, talqîn kalimat ilâha Ilallâh serta Mushâfahah yang popular dikalangan ahli tharîqah. Dengan demikian, engkau telah bergabung dalam lingkaran mata rantai ahli tharîqah yang saling sambung menyambung, sehingga engkau memiliki hak-hakmu sebagaimana mereka pun memiliki hak-hak yang sama. Insyâ- Allâhu Ta’âla.
( sumber: Kitab Al-Athiyyah Al-haniyyah Al-washiyyah Al-mardhiyyah karya: Al-Habib Ali bin Hasan bin Abdullah bin Husain bin Umar bin Abdurrahman Al-Atthas ) ADAB MURID TERHADAP SYEKHNYA

Perlakukanlah Syekh-mu itu dengan penuh akhlak. Janganlah kau kemukakan sebuah pendapat tentang persoalan apapun serta di tengah kondisi bagaimanapun, kecuali pendapatmu itu telah memperoleh restu dari sang Syekh. Percayakanlah segala urusanmu pada pendapatnya meski sesulit apapun urusanmu itu. Merujuklah selalu pada Syekh-mu. Ketahuilah apa saja yang menjadi kewajibanmu terhadapnya dan apa saja hak-hakmu padanya, sebagaimana disebutkan misalnya oleh Hijjatul Islâm Al-Ghazzâli dalam kitab Al-Bidâyah dan Al-Ihyâ’-nya serta Muhyiddîn dalam kitab At-Tibyân-nya serta para ulama lainnya. Sebab, penyebab utama seorang murid memperoleh ilmu Allah yang merupakan fath dan nûr yang Allah anugerahkan kepadanya­­­­­­­- sehingga kedudukannya di sisi Allah demikian istimewa dan aneka hijâb yang selama ini menutupi hakekat segala sesuatu, Allah singkapkan untuknya- adalah berdasarkan kapasitas adab murîd yang bersangkutan terhadap Syekh-nya, serta sejauh mana kualitas ta’zhîm sang murid kepada Syekh-nya.

Secara garis besar, sudah sepatutnya engkau menyimpulkan bahwa di atas muka bumi ini tidak ada orang yang lebih sempurna, mulia dan lebih agung dari Syekh-mu. Engkau juga harus meyakini `bahwa mâqâm-mâqâm segenap syekh yang ada di zamanmu berada di bawah maqâm Syekh-mu, setinggi apaun maqâm mereka. Jangalah kau membantah pendapat Syekh-mu dalam persoalan apapun yang kau hadapi, baik lahir maupun batin, kalau memang engkau ingin meraih kemenangan dan kesuksesan dalam seluruh cita-citamu serta ingin berhasil memiliki derajat-derajat yang tinggi.

SahabatAbdullâh bin ‘Abbâs radhiyallâhuanhu berkata: “Aku merendah ketika aku menjadi seorang pencari ilmu, lalu kini aku dibuat mulia dan agung (dalam posisiku sebagai Syekh yang menjadi rujukan para murid).” IbnuAbbâs selalu menciumi kaki Syekh-nya Zaid bin Tsâbit bin Dhahhâk Al- Kazraji Al-Anshâri. Beliau juga sering kali menuntun hewan tunggangan Syekh-nya. Diriwayatkan pula bahwa Al-Amîn dan Ma’mûn putra Khalifah Hârun Ar-Rasyîd sering kali berebut sandal Syekh-nya, Al-Kasâ’i, mana di antara dua keduanya itu yang akan memakaikan sandal sang Syekh. Maka Al-Kasâ’i pun berkata kepada kedua muridnya, “Masing-masing boleh memakaikan satu sandal ke kakiku.” Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Ayahmu ada tiga orang: ayahmu yang melahirkanmu, ayahmu yang mengawinkanmu dengan putrinya, dan ayahmu yang mengajarimu ilmu: ayahmu yang terakhir inilah yang paling mulia.”
( sumber: Kitab Al-Athiyyah Al-haniyyah Al-washiyyah Al-mardhiyyah karya: Al-Habib Ali bin Hasan bin Abdullah bin Husain bin Umar bin Abdurrahman Al-Atthas )